Langsung ke konten utama

Pulau Dem Pelosoknya Kota Sidoarjo



Tugas film seperti makanan sehari-hari anak Multimedia di sekolah saya SMKN 2 BUDURAN. Tugas kali ini membuat Film Dokumenter. saat itu kita disibukkan dengan magang di tempat masing-masing. setiap ada kesempatan untuk rapat pun kita manfaatkan dengan baik, alhasil rapat pertama kita langsung memutuskan untuk memilih Pulau Dem sebagai salah satu tujuan kita. saat itu rapat, saat itu juga kita memutuskan untuk langsung survei tempat tersebut.

Kita hanya mencari lokasinya bermodal kuota dan youtube pun sangat berguna. Lokasi pulau Dem itu di ujung pokoknya, hehe... Lumpur Lapindo masih lurus, pokoknya ada jembatan sungai porong belok kiri dan setelah itu, lurus, lurus aja, lurus terus sampai nggak kerasa kalau itu daerah Sidoarjo.

Kesan pertama selama perjalanan, yah namanya juga anak ehm kota, yang sehari-harinya melihat keramaian jalan raya. tentunya excited sekali melihat pemandangan disekitar perjalanan, sudah seperti di pedesaan apa lagi saat itu cuaca mendung dan udara juga dingin. kanan kiri terdapat hamparan tambak, tak jarang kita mendapati beberapa hewan ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. 

Jadi apakah Pulau Dem itu memang sebuah Pulau? Apa kita kesana harus naik kapal dulu? jawabannya iya sebuah pulau dan naiknya perahu bukan kapal. Pulau Dem disebut dengan pulau meskipun jarak penyeberangannya hanya beberapa meter saja, karena wilayah Pulau Dem di pisahkan oleh muara kali porong dan membentuk suatu pulau.

Pertama kali kesana, kita belum berani untuk menaikkan sepeda kita kedalam perahu seperti para buruh tambak yang ada di situ. akhirnya kita memutuskan untuk menuju pulau Dem itu, meskipun hari sudah sore, kita pun berjalan menuju rumah penduduk yang ada didalam situ.

Di google ada cerita kalau, dulunya ada 8 keluarga yang tinggal menetap disana, namun setelah kita benar-benar berkunjung, hanya ada 2 rumah yang menetap disana. rumahnya pun tak jauh dari tempat penyeberangan. Dari luasnya Pulau tersebut, disana hanya ada 2 rumah dan beberapa gubuk untuk buruh tambak, dan juga tentunya hamparan tambak nan luas. 

Jangan berharap jalanan disana mulus seperti wajah Syahrini ya, disana hanya beralaskan paving yang lebarnya kira-kira hanya 30 cm. nah kebayang gak tuh bagaimana kalo pas-pasan dengan pengendara motor lain. 

Kita akhirnya sampai kerumah penduduk tetap, beliau tinggal bersama istrinya , mereka berjualan kopi, mie, dan sembako lainnya, meskipun pembelinya ya hanya buruh tambak saja, mereka memutuskan untuk menetap disana.

Suasana asri, jauh dari asap perkotaan. menikmati hembusan angin laut *eh* angin tambak maksutnya. Kita terus mencari informasi mengenai pulau itu dari pak Sukari, sambil menikmati indomie goreng bikinan istri Pak Sukari. Tak lama dari itu , kita memutuskan untuk pulang karena hari mulai petang.

Semua persiapan shooting pun kita usahakan maksimal, sampai kita menyewa drone, supaya visualisasinya tersampaikan dengan baik. Kelompok kami mayoritas perempuan, meski begitu kita gak kalah dengan kaum jantan. Dengan modal bekerja bersama-sama, kita membangun dan mewujudkan film ini dengan baik dan memberikan yang terbaik *kok agak giamana gitu ya bahasanya*

Halangan atau kendala selama disana itu amat banyak, Cuaca, kebetulan saat itu adalah musim hujan, alhasil sempat kita terjebak apesnya ketika itu kita berada di ujung pulau. kata para buruh tambak disana, kalau gerimis sedikit saja, kita sudah susah untuk melewati jalanan setapak itu. yah, memang benar, hal yang sangat kita takuti itu benar terjadi. jalanan tak semuanya baik, ada pula yang becek dan berlumpur, dilihat dan dibuat jalan sih fine-fine aja, lah ketika dilewati sepeda motor, rasanya penuh perjuangan, karena satu langkah salah saja kita sudah hanyut dalam lautan tambak *ehm alay* maksutnya kita udah kecebur kedalam tambah yang entah isinya apa aja selain air dan rumput laut.

Tak hanya itu, saat pengambilan gambar untuk wawancara buruh tambak pun kita ada problem waktu, dimana kita datang saat mereka sedang memanen rumput laut alias mereka sedang bekerja.  alhasil kita menunggu selama berjam-jam dibawah teriknya matahari, karena saat itu jam menunjukkan pukul 12 siang.

Saya juga baru tau kalau Sidoarjo pun penghasil rumput laut. nantinya katanya rumput laut itu akan dikirim ke malang untuk dijadikan bahan kosmetik.

Dalam produksi Film Dokumenter ini, saya bukan sebagai penulis. Alhamdulillah saya dipercayai teman-teman saya  sebagai Pengambil gambar atau istilah kerennya DOP (Director of photography).

Film ini juga sempat mengikuti ajang kompetisi yakni Festival Film Surabaya, yang menjuarai peringkat ke tiga, meskipun bukan juara pertama, kita sudah menghasilkan yang terbaik dan bersyukur.

baca juga : Film Pertama dan Serba Mepet

Pengalaman yang tiada taranya , jarang-jarang saya bisa mengeksplore kota kelahiran saya sendiri, karena pasti banyak yang mikir kalo 'yah, sidoarjo mah gak ada yang keren tempatnya, bagusan juga malang' tapi meskipun tempat-tempat pelosok sidoarjo tak seindah malang, didalamnya termuat keunikannya sendiri. dan yakinlah kota saya ini sungguh eksotis, hehe.

mohon maaf sebelumnya, film akan saya publikasikan segera karena ada sedikit problem, jadi untuk menggantikannya, lihat trailernya dulu aja hehe..happy watching

baca juga : Jagad Analana







Komentar

  1. Sering lihat ... Namanya Pulau Dem, ya? Aku baru tahu :D
    Anyway selamat yaa dapat juara 3 ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, boleh sekali2 liburan disana hehe, iya makasih

      Hapus
  2. wah abru ahu ada pulau dem di sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bagus tempatnya, bisa di ampiri sekalian ke pulau buatan (sarinah)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

180 Derajat

Hidup memang tak ada siapapun yang tau. saya benar-benar tak menyangka hidup saya akan berubah drastis seperti ini. Apa yang saya takutkan dulu, sekarang benar benar terjadi. Perasaan saat bangun tidur itu terkadang saya alami. Perasaan yang seolah-olah kehilangan ibu itu sebuah mimpi buruk. Namun 5 menit setelah bangun, ku sadari memang benar adanya. Beliau sudah tiada meninggalkan dunia untuk selamanya.  Dulu saya hanya bisa membayangkan ‘bagaimana kalau dia meninggalkanku?’ karena memang saya percaya bahwa umur hanya tuhan yang tau, dan saya harus siap menerima hal itu. Banyak hal yang sudah saya lewati bersamanya. saya tidak mau menyesalinya, saya hanya ingin mengenangnya. Sedih dan senang ku simpan rapat dalam ingatanku.    Hal ini harusnya membuat saya semakin kuat dan bukan jadi orang yang lemah, supaya dikemudian hari bisa membantu banyak orang dan berguna. Dia sudah menjadi orang yang paling berarti dalam hidup saya. Apa yang sudah kudapatkan sampai detik in

Kenapa kok hijrah ?

Awalnya saya tatap langit-langit dinding kamar, terlintas perasaan aneh, mungkin ini yang disebut hidayah. Saya mulai meratapi dosa-dosa yang pernah saya lakukan, hati berdegup tak karuan, ketakutan datang yang membuat sekujur tubuh panas dingin. Saat itu pula saya mulai menangisi diri saya sendiri.  Beberapa kalimat-kalimat bapak, terlintas difikiran saya, “doakan ibumu nak, kamu sholat 5 waktu, sudah 5 doa yang kamu panjatkan, itu dalam sehari, bagaimana dalam sebulan? Setahun?, jika kamu berbuat maksiat ibumu akan ikut disiksa disana”  Sekiranya seperti itulah bapak saya menasehati saya, yang kala itu saya belum mendapat pencerahan, yang saat itu masih dimasa jahil, yang saat   itu pula saya tak menghiraukan perkataannya. Baca juga : 180 Derajat Tangis ini semakin menjadi, semakin ku ingat dosa-dosa saya, semakin tak henti tangisannya, segera saya bertaubat memohon ampunan. Dari situ saya mulai hijrah, saya putuskan ‘dia’ hehe, saya hapus semua photo